Brokerzy Forex i ich opisy.
DayTrading: PoniedziaЕek 05.03.2018 Kazimierz S @ navik @ XAB Nenhum dziД ™ ki, dziД ™ ki. Jestem ciekaw jak to si ™ rozwi…,,, bo bo bo bo bo bo bo bo bo bo Е Е Е Е Е Е Е Е Е Е Е Е Е Е Е 2000 & lt; 1800 ?? jackub Zakładasas siý z kimЕ ›o coЕ›. Stawiasz na zakład 1000 PLN. Wygrywasz zakЕad. przecieЕј nie tracisz swojej kasy bo wygraЕ‚ЕЕ ›kas ™ drugiej strony. wskaznik otwarcia / zamkniecia pozyji z6yszko Witam. O que você está procurando em saber como funciona o funkcjonalnosc wyswietlaj…… na wykresie wejscie i wyjscie z pozycji? Ewentualnie, skad (od kogo) taki wskaznik. DAX-prosta metoda Tolmon_Nika a myЕ ›laЕ‚em Ејe. "doczapie" do 1,000 pipek Terminal. png 2,5 bani bez analizy technicznej cyni Z O que é isto ?: O que é isto? TrochД ™ dziwne, tae tak j…… zjechaЕ ‚ostro. Nawet Od Е Е Е Real Real Real Real Real Real Real Real Real Real Real Real Real…………………………………………………………………………………………………… Robot jest gângerie od otwarania pozycji, ustawienia SL i TP. Marcinmijagi vs Czysty wykres Jones W piÄ… tek z & quot; rozwalona gЕ‚owÄ… & quot; prГіbowaЕ‚em zamkna „‡ tydzie„ „na plusie. WszedЕ‚em w eske na eur / usd, kurs poszybowaЕ, do görry a zawracaЕem. Jacek WiЕ ›niowski kurs 1 mln YAPA DoszЕyy mnie sЕ‚uchy, plane planuj Å… ciÅ… g dalszy napisa ‡. Teraz o mistrzach z Polski O que é Czyli komedii ciД… g dalszy. Oni powinni napisaÅ o sobie, czyli.
PrzejdЕє do naszego Fórum Forex Nawigatora »
Notowania Forex - Aktualne e Kursy Walut são as principais razões para você.
Pesquisa Forex Forex Fit4Global.
Resumo Predefinição Predefinição Mata Uang Global dengan Mengkombinasikan Fundamental vs Teknikal, dalam satu kesatuan garis logika matematis yang berbasis Software Metatrader dan sejenisnya.
Forex menurut Hukum Islam.
Permalink here (line 411) Você pode enviar uma cópia do seu pedido de compra de forex, enviar um comentário ou enviar um pedido de compra para este item, ou enviar uma via de ajuda juga yang mengatakan boleh. Dibawah ini adalah pendapat yang membolehkan dari beberapa sumter tentang forex itu sendiri (sedução para enviar um carro forex itu sendiri, silahkan search de Google). Fit4global. wordpress hanya membros wacana, dan hanya fokus ke riseta ilmiah tentang pergerakan forex. Fit4global. wordpress memang didedikasikan untuk meriset secara logika e ilmiah tentang pergerakan forex baik teknikal maupun fundamental.
Forex dari Perspektif Islam.
Foto tirada do Islã em um yang meragukan kehalalan praktik perdagangan berjangka. Bagaimana menurut padangan para pakar Islam? Apa Pendapat para ulama mengenai trading forex, negociação saham, índice de negociação, saham, dan komoditi? Apakah Hukum Forex Negociação Valas Halal Menurut Hukum Islam? Mari kita ikuti selengkapnya.
Jangan engkau menjual sesuatu yang tidakadam padamu, ”sabda Nabi Muhammad VIU, dalam sebuah hadits riwayat de Abu Hurairah.
Oleh sementara fuqaha (ahli fiqih islam), hadits tersebut ditafsirkan secara saklek. Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram. Penafsiran secara demikian itu, tak pelak lagi, membuat fiqih Islam is it is to be a man, is a tututan jaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya.
Karena itu, se você é um membro da equipe de governo que cuida de você, quer se esforçar para dizer o que pensa sobre você. Misalnya, Ibn al-Qayyim. Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat, bahwa tidak jar-beli barang yang tidak ada dilarang. Baik dalam Al Qur'an, sunnah maupun fatwa para sahabat, laranjan itu tidak ada.
Dalam Sunnah Nabi, hanya terdapat laranjan menjual barang yang belga ada, sebagaimana laranganagemapa barang yang sudah ada pada waktu akad. “Jurar atau ilat larangan tersebut bukan ada atau tidak adanya barang, melainkan garar,” ujar Dr. Syamsul Anwar, MA dari IAIN SUKA Yogyakarta menjelaskan pendapat Ibn al-Qayyim. Garar adatah ketidakpastian tentang apakah barang yang diperjual-belikan itu dapat diserahkan atau tidak. Misalnya, seseorang menjual unta yang hilang. A partir de agora você pode ver as imagens de outros membros da comunidade de turismo em Bhikan no.
Jadi, mesquita pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah. Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi - karena satu dan lain hal - tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak sah.
Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar. Sebab, dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan. Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya. Semuanya berjalan di atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek penyimpangan berupa penipuan - satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada praktik jua-beli konvensional.
Dalam persuadir hukum Islã, Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) (forex adalah bagian dari PBK) dapat dimasukkan ke dalam kategori almasa’il almu'ashirah atau masalah-masalah hukum islam kontemporer. Karena itu, status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyyah. O que você precisa saber é o que você está procurando, mas o que você está procurando neste wiki, mas você também pode entrar em contato conosco através do e-mail: nash hukum yang pasti.
Na maioria das vezes, masalah hukum al-Sahrastani, em primeiro lugar, o paradigma do al-nushush é qin inta wa wa wa-waqa'i la tatanahi. Artinya, nash hukum dalam bentuk Al-Quran e Sunnah sudah selesai; tidak lagi ada tambahan. Denik demikian, kasus-kasus hukum yang baru muncul mesti diberikan kepastian hukumnya melalui ijtihad.
Dalam kasus hukum PBK, ijtihad dapat merujuk kepada teori perubahanhukum yang diperkenalkan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyyah. Eu gosto de beber, beber café berubah karena beber perbelhnya varlavel, yakni: waktu, tempat, niat, tujuan dan manfaat. Teori perubahan hukum ini diturunkan dari paradigma ilmu hukum dari gurunya Ibn Taimiyyah, yang menyatakan bahwa a-haqiqah fi al-a'yan la fi al-adzhan. Artinya, kebenaran hukum itu dijumpai dalam kenyataan empirik; idéia de alam pamikiran atau alam.
Paradigma ini diturunkan dari prinsip hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl.
Dalam penerapannya, secara khusus masalah PBK dapat dimasukkan ke dalam bidang kajian fiqh al-siyasah maliyyah, yakni politik hukum kebendaan. O que há de novo, PBK termasuk kajian hukum Islã dalam pengertian bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masalah kepemilikan atas harta benda, melanui perdagangan berjangka komoditi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.
Realizando o empolamento de mungkin dalam rangka melindungi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan berjangka komoditi dalam ruang dan waktu serta pertimbangan tujuan dan manfaatnya dewasa ini, sejalan dengan semangat dan bunyi UU No. 32/1977 tentang PBK.
Karena teori perubahan hukum seperti dijelaskan di atas, dapat menunjukkan elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek perekonomian, maka PBK dalam sistem hukum Islã dapat dianalogikan dengan bay 'al-salam'ajl bi'ajil.
Bay'al-salam dapat diartikan sebagai berikut. Al-salam atau al-salá adalah baía 'ajl bi'ajil, yakni memperjualbelikan sesuatu yang é sinônimo de sifat-sifatnya yang terjamin kebenarannya. Di dalam transaksi demikian, penyerahan ra's al-mal dalam bentuk uang sebagai nilai tukar didahulukan daripada penyerahan komoditi yang dimaksud dalam transaksi itu. Ulama Syafi'īyah e Hanabilah mendefinisikannya dengan: “Akad atas komoditas jual beli yang diberi sifat terjamin yang ditangguhkan (ojjjjjj) dengan harga jual yang ditetapkan di dalam bursa akad”.
Keabsahan transaksi jual beli berjangka, ditentukan oleh terpenuhinya rukun e syarat sebagai berikut:
a) Rukun sebagai unsur-unsur utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Não disponível em:
Pihak-pihak pelaku transaksi ('aqid) yang disebut dengan istilah muçulmano atau muçulmano ilaih. Objek transaksi (ma'qud alaih), yaitu barang-barang komoditi berjangka e harga tukar (ra 'al-mal al-salam dan al-muslim fih). Kalimat transaksi (Sighat "aqad"), yaitu ijab dan kabul. Yang peruk diperhatikan dari unsur unsur tersebut, adalah bahwa ijab dan qabul dinyatakan dalam bahasa dan kalimat yang jelas menunjukkan transaksi berjangka. Karena itu, ulama Syafi'iyah menekankan penggunaan istilah al-salam atau al-salaf di dalam kalimat-kalimat transaksi itu, dengan alasan bahwa 'aqd al-salam adalah bay' al-ma'dum dengan sifat dan cara berbeda dari akad jual dan Beli (comprar).
Persyaratan menyangkut objek transaksi, adalah: bahwa objek transaksi haru memenuhi kejelasan mengenai: jenisnya (um yakun fi jinsin ma'lumin), sifatnya, ukuran (kadar), jangka penyerahan, harga tukar, tempat penyerahan. Persa, a, haruna, mergulho, ou, harga, tukar (al-tsaman), adalah, Pertama, kejeling, jenis, alat tukar, yaitu, dirham, dinar, rupiah, atau, dolar, dsb, atau, barang-barang, yang, dapat, ditimbang, disukat, dsb Kedua, kejelasan, jenis, alat, tukar, apakah, rupiah, dolar, Amerika, dolar, Cingapura, dst. Apakah timbangan yang disepakati dalam bentuk quilograma, lagoa, dst. Você está procurando um lugar especial para se hospedar em apakah, onde você se instalará em baikang sedang atau buruk. Syarat-syarat di atas diteapkan dengan maksud menghilangkan jahalah fi al'aqd atau alasan ketidaktahuan kondisi-kondisi barang pada saat transaksi. Ainda assim, é preciso que os homens persuadidos de antara pelaku transaksi, yang akan merusak nilai transaksi. Kejelasan jumlah harga tukar. Como resultado, você pode usar o filtro de tela como membro PBK. Kalaupun dalam, pelaksanaannya, masih ada pihak-pihak yang, merasa dirugikan dengan peraturan, perundang-undangan, yang, ada, maka, dapatlah, digunakan, kaidah hukum, atau, maxim legal yang berbunyi: ma la yudrak kulluh la yutrak kulluh. O que você está procurando é uma pesquisa semiológica, mas você pode obter informações detalhadas em inglês.
Denik demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas tertentu boleh dinyatakan dapat diterima atau setidak-tidaknya sesuai dengan semangat dan jiwa norma hukum Islã, dengan menganalogikan kepada bay 'al-salam.
1. Os Contratos Básicos de Câmbio.
Existe um consenso geral entre os juristas islâmicos sobre a visão de que as moedas de diferentes países podem ser trocadas em uma base diferente da unidade, já que moedas de diferentes países são entidades distintas com valores ou valores intrínsecos diferentes e poder de compra. Também parece haver um acordo geral entre a maioria dos estudiosos sobre a visão de que a troca de moeda a termo não é permitida, ou seja, quando os direitos e obrigações de ambas as partes se referem a uma data futura. No entanto, existe uma considerável diferença de opinião entre os juristas quando os direitos de qualquer uma das partes, que é o mesmo que a obrigação da contraparte, são diferidos para uma data futura.
Para elaborar, vamos considerar o exemplo de dois indivíduos A e B que pertencem a dois países diferentes, a Índia e os EUA, respectivamente. A pretende vender rúpias indianas e comprar dólares americanos. O inverso é verdadeiro para B. A taxa de câmbio Rúpia-Dólar acordada é 1:20 e a transação envolve compra e venda de US $ 50. A primeira situação é que A faz um pagamento à vista de Rs1000 para B e aceita o pagamento de $ 50 de B. A transação é liquidada em uma base spot de ambas as extremidades. Tais transações são válidas e islamicamente permissíveis. Não há duas opiniões sobre o mesmo. A segunda possibilidade é que a liquidação da transação de ambos os lados seja adiada para uma data futura, digamos após seis meses a partir de agora. Isso implica que tanto A como B fariam e aceitariam o pagamento de Rs1000 ou US $ 50, conforme o caso, após seis meses. A visão predominante é que tal contrato não é islamicamente permissível. Uma opinião minoritária considera admissível. O terceiro cenário é que a transação é parcialmente liquidada apenas de uma extremidade. Por exemplo, A faz um pagamento de Rs1000 agora para B em vez de uma promessa de B de pagar US $ 50 a ele depois de seis meses. Alternativamente, A aceita $ 50 agora de B e promete pagar Rs1000 a ele depois de seis meses. Existem visões diametralmente opostas sobre a permissibilidade de tais contratos, que equivalem a bai-salam em moedas. O objetivo deste trabalho é apresentar uma análise abrangente de vários argumentos em apoio e contra a permissibilidade desses contratos básicos envolvendo moedas. A primeira forma de contratação envolvendo troca de contra-valores em uma base spot está além de qualquer tipo de controvérsia. A permissão ou não do segundo tipo de contrato no qual a entrega de um dos contravalores é adiada para uma data futura, é geralmente discutida no âmbito da proibição da riba. Assim, discutimos este contrato em detalhe na seção 2, que trata da questão da proibição da riba. A admissibilidade da terceira forma de contrato em que a entrega de ambos os contravalores é diferida, é geralmente discutida no âmbito da redução de risco e incerteza ou gharar envolvidos em tais contratos. Este, portanto, é o tema central da seção 3, que trata da questão do gharar. A Seção 4 tenta uma visão holística da Sharia e relaciona questões como também o significado econômico das formas básicas de contratação no mercado de câmbio.
2. A questão da proibição de Riba.
A divergência de pontos de vista sobre a admissibilidade ou não de contratos de câmbio em moedas pode ser atribuída principalmente à questão da proibição da riba.
A necessidade de eliminar a riba em todas as formas de contratos de câmbio é de extrema importância. Riba em seu contexto Sharia é geralmente definido2 como um ganho ilegal derivado da desigualdade quantitativa dos contravalores em qualquer transação que pretenda efetuar a troca de duas ou mais espécies (anwa), que pertencem ao mesmo gênero (jins) e são governadas por a mesma causa eficiente (illa). Riba é geralmente classificada em riba al-fadl (excesso) e riba al-nasia (diferimento), que denota uma vantagem ilegal por meio de excesso ou diferimento, respectivamente. Proibição do primeiro é conseguida por uma estipulação de que a taxa de troca entre os objetos é a unidade e nenhum ganho é permissível para qualquer das partes. O último tipo de riba é proibido por não permitir a liquidação diferida e assegurar que a transação seja liquidada in loco por ambas as partes. Uma outra forma de riba é chamada riba al-jahiliyya ou riba pré-islâmica que surge quando o credor pede ao mutuário na data de vencimento se este pagaria a dívida ou aumentaria o mesmo. O aumento é acompanhado pela cobrança de juros sobre o montante inicialmente emprestado.
A proibição da riba na troca de moedas pertencentes a diferentes países requer um processo de analogia (qiyas). E em qualquer exercício que envolva analogia (qiyas), a causa eficiente (illa) desempenha um papel extremamente importante. É uma causa eficiente comum (illa), que conecta o objeto da analogia com seu sujeito, no exercício do raciocínio analógico. A causa eficiente apropriada (illa) no caso de contratos de câmbio foi definida de forma variada pelas principais escolas de Fiqh. Essa diferença é refletida no raciocínio análogo para moedas de papel pertencentes a diferentes países.
Uma questão de significância considerável no processo de raciocínio análogo relaciona-se à comparação entre moedas de papel com ouro e prata. Nos primórdios do Islã, ouro e prata desempenhavam todas as funções do dinheiro (thaman). Moedas eram feitas de ouro e prata com um valor intrínseco conhecido (quantum de ouro ou prata contido nelas). Tais moedas são descritas como thaman haqiqi, ou naqdain na literatura Fiqh. Estes eram universalmente aceitáveis como principais meios de troca, representando uma grande quantidade de transações. Muitas outras mercadorias, como vários metais inferiores, também serviam como meio de troca, mas com aceitabilidade limitada. Estes são descritos como fals na literatura Fiqh. Estes também são conhecidos como thaman istalahi devido ao fato de que sua aceitabilidade não deriva de seu valor intrínseco, mas devido ao status concedido pela sociedade durante um determinado período de tempo. As duas formas de moeda acima foram tratadas de forma muito diferente pelos primeiros juristas islâmicos do ponto de vista da permissibilidade dos contratos que as envolvem. A questão que precisa ser resolvida é se as atuais moedas de papel da idade caem na primeira categoria ou na segunda. Um ponto de vista é que estes devem ser tratados a par com thaman haqiqi ou ouro e prata, uma vez que estes servem como o principal meio de troca e unidade de conta como o último. Assim, por raciocínio análogo, todas as normas e injunções relacionadas à Sharia aplicáveis a thaman haqiqi também devem ser aplicáveis ao papel-moeda. A troca de thaman haqiqi é conhecida como bai-sarf e, portanto, as transações em moedas de papel devem ser governadas pelas regras da Sharia relevantes para bai-sarf. A visão contrária afirma que as moedas de papel devem ser tratadas de maneira similar a fals ou thaman istalahi devido ao fato de que seu valor de face é diferente de seu valor intrínseco. Sua aceitabilidade decorre de seu status legal dentro do país ou da importância econômica global (como no caso do dólar americano, por exemplo).
2.1. Uma síntese de visões alternativas.
2.1.1. Raciocínio Analógico (Qiyas) para a Proibição de Riba.
A proibição da riba é baseada na tradição que o santo profeta (a paz esteja com ele) disse: “Venda ouro por ouro, prata por prata, trigo por trigo, cevada por cevada, data por data, sal por sal, nas mesmas quantidades no local; e quando as mercadorias são diferentes, venda como lhe convier, mas no local. ”Assim, a proibição da riba se aplica principalmente aos dois metais preciosos (ouro e prata) e quatro outras commodities (trigo, cevada, tâmaras e sal). . Também se aplica, por analogia (qiyas) a todas as espécies que são governadas pela mesma causa eficiente (illa) ou que pertencem a qualquer um dos gêneros dos seis objetos citados na tradição. No entanto, não há um acordo geral entre as várias escolas de Fiqh e até mesmo estudiosos pertencentes à mesma escola sobre a definição e identificação de causa eficiente (illa) da riba.
Para os Hanafis, a causa eficiente (illa) da riba tem duas dimensões: os artigos trocados pertencem ao mesmo gênero (jins); estes possuem peso (wazan) ou mensurabilidade (kiliyya). Se numa dada troca, ambos os elementos da causa eficiente (illa) estão presentes, isto é, os contra-valores trocados pertencem ao mesmo gênero (jins) e são todos passíveis de ser mensuráveis, então nenhum ganho é permissível (a taxa de câmbio deve ser igual à unidade) e a troca deve ser feita no local. No caso do ouro e da prata, os dois elementos da causa eficiente (illa) são: unidade do gênero (jins) e usinabilidade. Esta é também a visão Hanbali de acordo com uma versão3. (Uma versão diferente é semelhante à visão Shafii e Maliki, conforme discutido abaixo.) Assim, quando o ouro é trocado por ouro, ou a prata é trocada por prata, apenas transações pontuais sem qualquer ganho são permitidas. Também é possível que em uma dada troca, um dos dois elementos da causa eficiente (illa) esteja presente e o outro esteja ausente. Por exemplo, se os artigos trocados são todos fáceis de entender ou mensuráveis, mas pertencem a gêneros diferentes (jins) ou, se os artigos trocados pertencem ao mesmo gênero (jins), mas não é nem homogêneo nem mensurável, então troca com ganho (a uma taxa diferente de unidade) é permissível, mas a troca deve ser feita no local. Assim, quando o ouro é trocado por prata, a taxa pode ser diferente da unidade, mas nenhuma liquidação diferida é permissível. Se nenhum dos dois elementos da causa eficiente (illa) da riba estiverem presentes em uma determinada troca, então nenhuma das liminares para a proibição da riba se aplicará. A troca pode ocorrer com ou sem ganho e em uma base pontual ou diferida.
Considerando o caso de câmbio envolvendo moedas de papel pertencentes a diferentes países, a proibição da riba exigiria uma busca por uma causa eficiente (illa). Moedas pertencentes a diferentes países são entidades claramente distintas; estes são moeda legal dentro de limites geográficos específicos com diferentes valores intrínsecos ou poder de compra. Assim, uma grande maioria dos estudiosos talvez afirme corretamente que não há unidade de gênero (jins). Além disso, estes não são nem maleáveis nem mensuráveis. Isto leva a uma conclusão direta de que nenhum dos dois elementos da causa eficiente (illa) da riba existe em tal troca. Portanto, a troca pode ocorrer sem qualquer liminar em relação à taxa de câmbio e à maneira de liquidação. A lógica subjacente a essa posição não é difícil de compreender. O valor intrínseco das moedas de papel pertencentes a diferentes países difere, uma vez que estas possuem um poder de compra diferente. Além disso, o valor intrínseco ou o valor das moedas de papel não podem ser identificados ou avaliados, ao contrário do ouro e da prata, que podem ser pesados. Assim, nem a presença de riba al-fadl (por excesso), nem riba al-nasia (por diferimento) pode ser estabelecida.
A escola Shafii de Fiqh considera a causa eficiente (illa) no caso de ouro e prata serem sua propriedade de ser moeda (thamaniyya) ou o meio de troca, unidade de conta e reserva de valor. Esta é também a visão de Maliki. De acordo com uma versão desse ponto de vista, mesmo que papel ou couro sejam feitos como meio de troca e recebam o status de moeda, todas as regras referentes a naqdain ou ouro e prata se aplicam a eles. Assim, de acordo com esta versão, a troca envolvendo moedas de diferentes países a uma taxa diferente da unidade é permissível, mas deve ser liquidada com base no local. Outra versão das duas escolas de pensamento acima é que a causa eficiente citada acima (illa) de ser moeda (thamaniyya) é específica de ouro e prata, e não pode ser generalizada. Ou seja, qualquer outro objeto, se usado como meio de troca, não pode ser incluído em sua categoria. Portanto, de acordo com esta versão, as injunções da Sharia para a proibição da riba não são aplicáveis às moedas de papel. As moedas pertencentes a diferentes países podem ser trocadas com ou sem ganho e em base pontual ou diferida.
Os proponentes da versão anterior citam o caso da troca de moedas de papel pertencentes ao mesmo país em defesa de sua versão. A opinião consensual dos juristas, neste caso, é que tal troca deve ser sem qualquer ganho ou a uma taxa igual à unidade e deve ser resolvida em uma base local. Qual é a razão subjacente à decisão acima? Se considerarmos o Hanafi e a primeira versão da posição de Hanbali, então, neste caso, apenas uma dimensão da causa eficiente (illa) está presente, isto é, pertencem ao mesmo gênero (jins). Mas as moedas de papel não são nem maleáveis nem mensuráveis. Assim, a lei Hanafi aparentemente permitiria a troca de quantidades diferentes da mesma moeda em uma base de ponto. Da mesma forma, se a causa eficiente de ser moeda (thamaniyya) é específica apenas para ouro e prata, então a lei de Shafii e Maliki também permitiria o mesmo. Escusado será dizer que isso equivale a permitir empréstimos e empréstimos baseados na riba. Isso mostra que, é a primeira versão do pensamento Shafii e Maliki que fundamenta a decisão consensual de proibição de ganho e liquidação diferida em caso de troca de moedas pertencentes ao mesmo país. De acordo com os proponentes, estender essa lógica à troca de moedas de diferentes países implicaria que a troca com ganho ou a uma taxa diferente da unidade é permissível (já que não há unidade de jins), mas a liquidação deve ser feita no local.
2.1.2 Comparação entre Câmbio de Moeda e Bai-Sarf.
Bai-sarf é definida na literatura Fiqh como uma troca envolvendo thaman haqiqi, definida como ouro e prata, que serviu como principal meio de troca para quase todas as principais transações.
Os proponentes da opinião de que qualquer troca de moedas de diferentes países é a mesma de bai-sarf argumentam que, na era atual, as moedas de papel substituíram de maneira efetiva e completa o ouro e a prata como meio de troca. Assim, por analogia, a troca envolvendo tais moedas deve ser governada pelas mesmas regras e injunções da Sharia como bai-sarf. Argumenta-se também que, se a liquidação adiada por qualquer uma das partes do contrato for permitida, isso abriria as possibilidades de riba-al nasia.
Os oponentes da categorização de câmbio com bai-sarf, no entanto, apontam que a troca de todas as formas de moeda (thaman) não pode ser denominada como bai-sarf. De acordo com essa visão, bai-sarf implica troca de moedas feitas de ouro e prata (thaman haqiqi ou naqdain) sozinha e não de dinheiro pronunciado como tal pelas autoridades estatais (thaman istalahi). As atuais moedas de idade são exemplos do último tipo. Esses estudiosos encontram apoio naqueles escritos que afirmam que, se as mercadorias da troca não são ouro ou prata (mesmo se uma delas é ouro ou prata), então a troca não pode ser chamada de bai-sarf. Nem as estipulações relativas ao bai-sarf seriam aplicáveis a tais trocas. De acordo com Imam Sarakhsi, 4 “quando um indivíduo compra falsas ou moedas feitas de metais inferiores, tais como cobre (thaman istalahi) para dirhams (thaman haqiqi) e faz um pagamento à vista do último, mas o vendedor não tem falsas momento, então essa troca é permissível ...... tomar posse de mercadorias trocadas por ambas as partes não é uma pré-condição "(enquanto no caso de bai-sarf, é.) Um número de referências semelhantes existem que indicam que os juristas não classificam uma troca de fals (thaman istalahi) por outro falso (thaman istalahi) ou ouro ou prata (thaman haqiqi), como bai-sarf.
Assim, as trocas de moedas de dois países diferentes que só podem ser qualificadas como thaman istalahi não podem ser categorizadas como bai-sarf. Tampouco a restrição relativa à liquidação à vista pode ser imposta a tais transações. Deve-se notar aqui que a definição de bai-sarf é fornecida literatura de Fiqh e não há menção do mesmo nas tradições sagradas. As tradições mencionam a riba, e a venda e compra de ouro e prata (naqdain), que pode ser uma importante fonte de riba, é descrita como bai-sarf pelos juristas islâmicos. Também deve ser notado que, na literatura Fiqh, bai-sarf implica troca de ouro ou prata apenas; se estes estão sendo usados como meio de troca ou não. Troca envolvendo dinares e ornamentos de ouro, ambos com qualidade de bai-sarf. Vários juristas procuraram esclarecer esse ponto e definiram sarf como a troca em que ambas as mercadorias trocadas são da natureza do thaman, não necessariamente delas mesmas. Assim, mesmo quando uma das mercadorias é processada ouro (digamos, ornamentos), essa troca é chamada bai-sarf.
Os proponentes da opinião de que o câmbio deve ser tratado de maneira semelhante à bai-sarf também derivam do apoio de escritos de eminentes juristas islâmicos. Segundo Imam Ibn Taimiya, “qualquer coisa que desempenhe as funções de meio de troca, unidade de conta e reserva de valor é chamada thaman (não necessariamente limitada a ouro e prata). Referências semelhantes estão disponíveis nos escritos do Imam Ghazzali5. No que diz respeito às visões do Imam Sarakhshi em relação à troca envolvendo falsas, de acordo com elas, alguns pontos adicionais precisam ser tomados em consideração. Nos primórdios do Islã, dinares e dirhams feitos de ouro e prata eram usados principalmente como meio de troca em todas as principais transações. Apenas os menores foram resolvidos com fals. Em outras palavras, o fals não possuía as características de dinheiro ou thamaniyya na íntegra e dificilmente era usado como reserva de valor ou unidade de conta e estava mais na natureza da mercadoria. Portanto, não houve restrição à compra do mesmo para ouro e prata em uma base diferida. As moedas atuais têm todas as características do thaman e devem ser apenas thaman. A troca envolvendo moedas de diferentes países é igual a bai-sarf com diferença de jins e, portanto, a liquidação diferida levaria à riba al-nasia.
O Dr. Mohamed Nejatullah Siddiqui ilustra essa possibilidade com um exemplo6. Ele escreve: “Num dado momento no tempo, quando a taxa de câmbio do mercado entre dólar e rupia é 1:20, se um indivíduo compra US $ 50 à taxa de 1:22 (liquidação de sua obrigação em rúpias diferida para uma data futura), então é altamente provável que ele esteja, de fato, tomando emprestado Rs. 1000 agora em vez de uma promessa de pagar Rs. 1100 em uma data posterior especificada. (Desde então, ele pode obter Rs 1000 agora, trocando os US $ 50 comprados a crédito na taxa à vista) ”Assim, sarf pode ser convertido em empréstimo baseado em juros & amp; empréstimo.
2.1.3 Definir Thamaniyya é a chave?
Aparece da síntese acima de visões alternativas que a questão chave parece ser uma definição correta de thamaniyya. Por exemplo, uma questão fundamental que leva a posições divergentes sobre a permissibilidade diz respeito a se o thamaniyya é específico do ouro e da prata, ou pode ser associado a qualquer coisa que desempenhe as funções do dinheiro. Levantamos algumas questões abaixo que podem ser levadas em conta em qualquer exercício de reconsideração de posições alternativas.
Deve ser apreciado que o thamaniyya pode não ser absoluto e pode variar em graus. É verdade que as moedas de papel substituíram completamente o ouro e a prata como meio de troca, unidade de conta e reserva de valor. Neste sentido, pode-se dizer que as moedas de papel possuem thamaniyya. No entanto, isso é verdade apenas para moedas nacionais e pode não ser verdadeiro para moedas estrangeiras. Em outras palavras, as rúpias indianas possuem thamaniyya dentro dos limites geográficos da Índia apenas, e não têm nenhuma aceitação nos EUA. Não se pode dizer que estes possuam thamaniyya nos EUA, a menos que um cidadão americano possa usar rúpias indianas como meio de troca, unidade de conta ou reserva de valor. Na maioria dos casos, essa possibilidade é remota. Essa possibilidade também é uma função do mecanismo de taxa de câmbio em vigor, como a conversibilidade das rupias indianas em dólares norte-americanos e a existência ou não de um sistema de taxa de câmbio fixa ou flutuante. Por exemplo, assumindo a livre conversibilidade das rúpias indianas em dólares americanos e vice-versa, e um sistema cambial fixo em que não se espera que a taxa de câmbio rupia-dólar aumente ou diminua no futuro previsível, o thamaniyya da rupia nos EUA é consideravelmente melhorado . O exemplo citado pelo Dr. Nejatullah Siddiqui também parece bastante robusto sob as circunstâncias. A permissão para trocar rúpias por dólares em uma base diferida (de um lado, é claro) a uma taxa diferente da taxa à vista (taxa oficial que provavelmente permanecerá fixa até a data da liquidação) seria um caso claro de juros empréstimos e empréstimos. No entanto, se a suposição de taxa de câmbio fixa for relaxada e se presumir que o atual sistema de taxas de câmbio flutuantes e voláteis é o caso, então pode ser demonstrado que o caso de riba al-nasia se desfaz. Reescrevemos seu exemplo: “Num dado momento no tempo, quando a taxa de câmbio do mercado entre dólar e rupia é 1:20, se um indivíduo compra US $ 50 à taxa de 1:22 (liquidação de sua obrigação em rúpias diferida para um futuro data), então é altamente provável que ele esteja, de fato, tomando emprestado Rs. 1000 agora em vez de uma promessa de pagar Rs. 1100 em uma data posterior especificada. (Desde então, ele pode obter Rs 1000 agora, trocando os US $ 50 comprados a crédito na taxa à vista) ”Isto seria assim, somente se o risco cambial é inexistente (a taxa de câmbio permanece em 1:20), ou é suportado pelo vendedor de dólares (o comprador paga em rupias e não em dólares). Se o primeiro é verdadeiro, então o vendedor do dólar (credor) recebe um retorno predeterminado de dez por cento quando ele converte Rs1100 recebido na data de vencimento em $ 55 (a uma taxa de câmbio de 1:20). No entanto, se o último for verdadeiro, o retorno ao vendedor (ou ao credor) não é predeterminado. Não precisa nem ser positivo. Por exemplo, se a taxa de câmbio rupia-dólar aumentar para 1:25, o vendedor de dólar receberia apenas US $ 44 (Rs 1100 convertidos em dólares) por seu investimento de US $ 50.
Aqui dois pontos são dignos de nota. Primeiro, quando se assume um regime de taxa de câmbio fixa, a distinção entre moedas de diferentes países é diluída. A situação se torna semelhante a trocar libras esterlinas (moedas pertencentes ao mesmo país) a uma taxa fixa. Segundo, quando se assume um sistema volátil de câmbio, então, assim como se pode visualizar o empréstimo através do mercado de moedas estrangeiras (mecanismo sugerido no exemplo acima), também é possível visualizar o empréstimo através de qualquer outro mercado organizado (como commodities ou ações .) Se alguém substitui dólares por ações no exemplo acima, ele seria: “Em um dado momento, quando o preço de mercado do estoque X é Rs 20, se um indivíduo compra 50 ações à taxa de Rs 22 (liquidação de sua obrigação em rúpias diferida para uma data futura), então é altamente provável que ele esteja, de fato, tomando emprestado Rs. 1000 agora em vez de uma promessa de pagar Rs. 1100 em uma data posterior especificada. (Desde então, ele pode obter Rs 1000 agora, trocando as 50 ações compradas a crédito a preço atual) ”Neste caso, como no exemplo anterior, retornos para o vendedor de ações podem ser negativos se o preço das ações subir para Rs 25 na data de liquidação. Assim, assim como os retornos no mercado de ações ou no mercado de commodities são islamicamente aceitáveis por causa do risco de preço, o mesmo ocorre com os retornos no mercado de moedas devido às flutuações nos preços das moedas.
Uma característica única do thaman haqiqi ou ouro e prata é que o valor intrínseco da moeda é igual ao seu valor nominal. Assim, a questão das diferentes fronteiras geográficas dentro das quais uma determinada moeda, como dinar ou dirham circula, é completamente irrelevante. Ouro é ouro, seja no país A ou no país B. Assim, quando a moeda do país A de ouro é trocada por moeda do país B, também feita de ouro, então qualquer desvio da taxa de câmbio da unidade ou diferimento de liquidação por qualquer das partes não pode ser permitido, pois envolveria claramente riba al-fadl e também riba al-nasia. No entanto, quando as moedas de papel do país A são trocadas por papel-moeda do país B, o caso pode ser totalmente diferente. O risco de preço (risco cambial), se positivo, eliminaria qualquer possibilidade de riba al-nasia na troca com liquidação diferida. No entanto, se o risco de preço (risco de taxa de câmbio) for zero, tal troca poderá ser uma fonte de riba al-nasia se a liquidação diferida for permitida7.
Outro ponto que merece séria consideração é a possibilidade de certas moedas possuírem thamaniyya, isto é, usado como meio de troca, unidade de conta ou reserva de valor globalmente, tanto no interior quanto no exterior. Por exemplo, o dólar americano é moeda legal dentro dos EUA; também é aceitável como meio de troca ou unidade de conta para um grande volume de transações em todo o mundo. Assim, pode-se dizer que esta moeda específica possui thamaniyya globalmente, caso em que os juristas podem impor as injunções relevantes nas trocas envolvendo essa moeda específica para evitar a riba al-nasia. O fato é que quando uma moeda possui thamaniyya globalmente, as unidades econômicas que usam essa moeda global como meio de troca, unidade de conta ou reserva de valor podem não se preocupar com o risco decorrente da volatilidade das taxas de câmbio entre os países. Ao mesmo tempo, deve-se reconhecer que a grande maioria das moedas não desempenha as funções do dinheiro, exceto dentro de suas fronteiras nacionais, onde elas são de curso legal.
Riba e risco não podem coexistir no mesmo contrato. O primeiro conota uma possibilidade de retorno com risco zero e não pode ser obtido através de um mercado com risco de preço positivo. Como foi discutido acima, a possibilidade de riba al-fadl ou riba al-nasia pode surgir em troca quando ouro ou prata funcionam como thaman; ou quando a troca envolve moedas de papel pertencentes ao mesmo país; ou quando a troca envolve moedas de diferentes países seguindo um sistema de taxa de câmbio fixa. A última possibilidade talvez seja unislamic8, uma vez que o preço ou a taxa de câmbio das moedas deve flutuar livremente de acordo com as mudanças na demanda e na oferta e também porque os preços devem refletir o valor intrínseco ou o poder de compra das moedas. Os mercados de moeda estrangeira de hoje são caracterizados por taxas de câmbio voláteis. Os ganhos ou perdas realizados em qualquer transação em moedas de diferentes países são justificados pelo risco suportado pelas partes do contrato.
2.1.4. Possibilidade de Riba com Futuros e Forwards.
Até agora, discutimos pontos de vista sobre a permissibilidade do bai salam nas moedas, isto é, quando a obrigação de apenas uma das partes da bolsa é diferida. Quais são as opiniões dos estudiosos sobre o adiamento de obrigações de ambas as partes? Exemplos típicos de tais contratos são contratos a prazo e futuros9. De acordo com a grande maioria dos estudiosos, isso não é permissível por vários motivos, sendo o mais importante o elemento de risco e incerteza (gharar) e a possibilidade de especulação de um tipo que não é permissível. Isso é discutido na seção 3. No entanto, outro motivo para rejeitar tais contratos pode ser a proibição da riba. No parágrafo anterior, discutimos que o bai salam em moedas com taxas de câmbio flutuantes não pode ser usado para ganhar riba por causa da presença de risco cambial. É possível demonstrar que o risco cambial pode ser coberto ou reduzido a zero com outro contrato a termo negociado simultaneamente. E uma vez que o risco é eliminado, o ganho claramente seria riba.
Modificamos e reescrevemos o mesmo exemplo: “Num dado momento no tempo em que a taxa de câmbio de mercado entre dólar e rupia é de 1:20, um indivíduo compra US $ 50 à taxa de 1:22 (quitação de sua obrigação em rúpias diferidas para uma data futura), e o vendedor de dólares também protege sua posição fazendo um contrato a termo para vender Rs1100 a ser recebido na data futura a uma taxa de 1:20, então é altamente provável que ele seja, de fato, emprestando Rs. 1000 agora em vez de uma promessa de pagar Rs. 1100 em uma data posterior especificada. (Desde então, ele pode obter Rs 1000 agora, trocando os 50 dólares comprados em crédito à taxa spot) ”O vendedor dos dólares (credor) recebe um retorno predeterminado de dez por cento quando converte Rs1100 recebidos na data de vencimento em 55 dólares ( a uma taxa de câmbio de 1:20) pelo seu investimento de 50 dólares, independentemente da taxa de câmbio de mercado prevalecente na data de vencimento.
Outra maneira simples e simples de ganhar riba pode até envolver uma transação spot e uma transação futura simultânea. Por exemplo, o indivíduo no exemplo acima compra US $ 50 em uma base à vista à taxa de 1:20 e simultaneamente celebra um contrato a termo com a mesma parte para vender US $ 50 à taxa de 1:21 após um mês. Com efeito, isso implica que ele está emprestando Rs1000 agora ao vendedor de dólares por um mês e ganha uma participação de Rs50 (ele recebe Rs1050 após um mês. Essa é uma transação típica de recompra ou recompra tão comum em transações bancárias convencionais). .10.
3. A questão da liberdade de Gharar.
Gharar, ao contrário da riba, não tem uma definição consensual. Em termos gerais, isso implica risco e incerteza. É útil ver o gharar como um continuum de risco e incerteza em que o ponto extremo do risco zero é o único ponto que é bem definido. Além desse ponto, gharar se torna uma variável e o gharar envolvido em um contrato de vida real estaria em algum lugar desse continuum. Além de um ponto nesse continuum, o risco e a incerteza ou o gharar se tornam inaceitáveis11. Juristas tentaram identificar tais situações envolvendo gharar proibido. Um fator importante que contribui para o gharar é a informação inadequada (jahl) que aumenta a incerteza. É quando os termos de troca, como preço, objetos de troca, tempo de liquidação etc., não são bem definidos. Gharar is also defined in terms of settlement risk or the uncertainty surrounding delivery of the exchanged articles.
Islamic scholars have identified the conditions which make a contract uncertain to the extent that it is forbidden. Each party to the contract must be clear as to the quantity, specification, price, time, and place of delivery of the contract. A contract, say, to sell fish in the river involves uncertainty about the subject of exchange, about its delivery, and hence, not Islamically permissible. The need to eliminate any element of uncertainty inherent in a contract is underscored by a number of traditions.12.
An outcome of excessive gharar or uncertainty is that it leads to the possibility of speculation of a variety which is forbidden. Speculation in its worst form, is gambling. The holy Quran and the traditions of the holy prophet explicitly prohibit gains made from games of chance which involve unearned income. The term used for gambling is maisir which literally means getting something too easily, getting a profit without working for it. Apart from pure games of chance, the holy prophet also forbade actions which generated unearned incomes without much productive efforts.13.
Here it may be noted that the term speculation has different connotations. It always involves an attempt to predict the future outcome of an event. But the process may or may not be backed by collection, analysis and interpretation of relevant information. The former case is very much in conformity with Islamic rationality. An Islamic economic unit is required to assume risk after making a proper assessment of risk with the help of information. All business decisions involve speculation in this sense. It is only in the absence of information or under conditions of excessive gharar or uncertainty that speculation is akin to a game of chance and is reprehensible.
3.2 Gharar & Speculation with of Futures & Para a frente
Considering the case of the basic exchange contracts highlighted in section 1, it may be noted that the third type of contract where settlement by both the parties is deferred to a future date is forbidden, according to a large majority of jurists on grounds of excessive gharar. Futuros e futuros em moedas são exemplos de tais contratos sob os quais duas partes se tornam obrigadas a trocar moedas de dois países diferentes a uma taxa conhecida no final de um período de tempo conhecido. Por exemplo, os indivíduos A e B comprometem-se a trocar dólares americanos e rúpias indianas à taxa de 1: 22 após um mês. Se o valor envolvido for $ 50 e A for o comprador de dólares, então, as obrigações de A e B são para fazer um pagamento de Rs1100 e $ 50, respectivamente, no final de um mês. O contrato é liquidado quando ambas as partes honram suas obrigações na data futura.
Tradicionalmente, uma esmagadora maioria dos eruditos da Sharia desaprovou tais contratos por vários motivos. A proibição aplica-se a todos esses contratos em que as obrigações de ambas as partes são diferidas para uma data futura, incluindo contratos envolvendo troca de moedas. Uma objeção importante é que tal contrato envolve a venda de um objeto inexistente ou de um objeto que não está na posse do vendedor. This objection is based on several traditions of the holy prophet.14 There is difference of opinion on whether the prohibition in the said traditions apply to foodstuffs, or perishable commodities or to all objects of sale. There is, however, a general agreement on the view that the efficient cause (illa) of the prohibition of sale of an object which the seller does not own or of sale prior to taking possession is gharar, or the possible failure to deliver the goods purchased.
Is this efficient cause (illa) present in an exchange involving future contracts in currencies of different countries ? In a market with full and free convertibility or no constraints on the supply of currencies, the probability of failure to deliver the same on the maturity date should be no cause for concern. Further, the standardized nature of futures contracts and transparent operating procedures on the organized futures markets15 is believed to minimize this probability. Some recent scholars have opined in the light of the above that futures, in general, should be permissible. According to them, the efficient cause (illa), that is, the probability of failure to deliver was quite relevant in a simple, primitive and unorganized market. It is no longer relevant in the organized futures markets of today16. Such contention, however, continues to be rejected by the majority of scholars. They underscore the fact that futures contracts almost never involve delivery by both parties. On the contrary, parties to the contract reverse the transaction and the contract is settled in price difference only. For example, in the above example, if the currency exchange rate changes to 1: 23 on the maturity date, the reverse transaction for individual A would mean selling $50 at the rate of 1:23 to individual B. This would imply A making a gain of Rs50 (the difference between Rs1150 and Rs1100). This is exactly what B would lose. It may so happen that the exchange rate would change to 1:21 in which case A would lose Rs50 which is what B would gain. This obviously is a zero-sum game in which the gain of one party is exactly equal to the loss of the other. This possibility of gains or losses (which theoretically can touch infinity) encourages economic units to speculate on the future direction of exchange rates. Since exchange rates fluctuate randomly, gains and losses are random too and the game is reduced to a game of chance. Existe um vasto corpo de literatura sobre a previsibilidade das taxas de câmbio e uma grande maioria de estudos empíricos forneceu evidências de suporte sobre a futilidade de qualquer tentativa de fazer previsões de curto prazo. Exchange rates are volatile and remain unpredictable at least for the large majority of market participants. Needless to say, any attempt to speculate in the hope of the theoretically infinite gains is, in all likelihood, a game of chance for such participants. While the gains, if they materialize, are in the nature of maisir or unearned gains, the possibility of equally massive losses do indicate a possibility of default by the loser and hence, gharar.
3.3. Risk Management in Volatile Markets.
Hedging or risk reduction adds to planning and managerial efficiency. The economic justification of futures and forwards is in term of their role as a device for hedging. In the context of currency markets which are characterized by volatile rates, such contracts are believed to enable the parties to transfer and eliminate risk arising out of such fluctuations. For example, modifying the earlier example, assume that individual A is an exporter from India to US who has already sold some commodities to B, the US importer and anticipates a cashflow of $50 (which at the current market rate of 1:22 mean Rs 1100 to him) after one month. There is a possibility that US dollar may depreciate against Indian rupee during these one month, in which case A would realize less amount of rupees for his $50 ( if the new rate is 1:21, A would realize only Rs1050 ). Hence, A may enter into a forward or future contract to sell $50 at the rate of 1:21.5 at the end of one month (and thereby, realize Rs1075) with any counterparty which, in all probability, would have diametrically opposite expectations regarding future direction of exchange rates. In this case, A is able to hedge his position and at the same time, forgoes the opportunity of making a gain if his expectations do not materialize and US dollar appreciates against Indian rupee (say, to 1:23 which implies that he would have realized Rs1150, and not Rs1075 which he would realize now.) While hedging tools always improve planning and hence, performance, it should be noted that the intention of the contracting party – whether to hedge or to speculate, can never be ascertained.
It may be noted that hedging can also be accomplished with bai salam in currencies. As in the above example, exporter A anticipating a cash inflow of $50 after one month and expecting a depreciation of dollar may go for a salam sale of $50 (with his obligation to pay $50 deferred by one month.) Since he is expecting a dollar depreciation, he may agree to sell $50 at the rate of 1: 21.5. There would be an immediate cash inflow in Rs 1075 for him. The question may be, why should the counterparty pay him rupees now in lieu of a promise to be repaid in dollars after one month. As in the case of futures, the counterparty would do so for profit, if its expectations are diametrically opposite, that is, it expects dollar to appreciate. For example, if dollar appreciates to 1: 23 during the one month period, then it would receive Rs1150 for Rs 1075 it invested in the purchase of $50. Thus, while A is able to hedge its position, the counterparty is able to earn a profit on trading of currencies. The difference from the earlier scenario is that the counterparty would be more restrained in trading because of the investment required, and such trading is unlikely to take the shape of rampant speculation.
4. Resumo & amp; Conclusão.
Os mercados de moeda corrente de hoje são caracterizados por taxas de câmbio voláteis. Este fato deve ser levado em conta em qualquer análise dos três tipos básicos de contratos em que a base de distinção é a possibilidade de diferimento de obrigações para o futuro. Tentamos uma avaliação dessas formas de contratação em termos da necessidade esmagadora de eliminar qualquer possibilidade de riba, minimizar gharar, jahl e a possibilidade de especulação de um tipo semelhante aos jogos de azar. Num mercado volátil, os participantes estão expostos ao risco cambial e a racionalidade islâmica exige que esse risco seja minimizado no interesse da eficiência, se não for reduzido a zero.
It is obvious that spot settlement of the obligations of both parties would completely prohibit riba, and gharar, and minimize the possibility of speculation. However, this would also imply the absence of any technique of risk management and may involve some practical problems for the participants.
At the other extreme, if the obligations of both the parties are deferred to a future date, then such contracting, in all likelihood, would open up the possibility of infinite unearned gains and losses from what may be rightly termed for the majority of participants as games of chance. Of course, these would also enable the participants to manage risk through complete risk transfer to others and reduce risk to zero. It is this possibility of risk reduction to zero which may enable a participant to earn riba. Future is not a new form of contract. Rather the justification for proscribing it is new. If in a simple primitive economy, it was prevention of gharar relating to delivery of the exchanged article, in todays’ complex financial system and organized exchanges, it is prevention of speculation of kind which is unIslamic and which is possible under excessive gharar involved in forecasting highly volatile exchange rates. Such speculation is not just a possibility, but a reality. The precise motive of an economic unit entering into a future contract – speculation or hedging may not ascertainable ( regulators may monitor end use, but such regulation may not be very practical, nor effective in a free market). Empirical evidence at a macro level, however, indicates the former to be the dominant motive.
The second type of contracting with deferment of obligations of one of the parties to a future date falls between the two extremes. While Sharia scholars have divergent views about its permissibility, our analysis reveals that there is no possibility of earning riba with this kind of contracting. The requirement of spot settlement of obligations of atleast one party imposes a natural curb on speculation, though the room for speculation is greater than under the first form of contracting. The requirement amounts to imposition of a hundred percent margin which, in all probability, would drive away the uninformed speculator from the market. This should force the speculator to be a little more sure of his expectations by being more informed. When speculation is based on information it is not only permissible, but desirable too. Bai salam would also enable the participants to manage risk. At the same time, the requirement of settlement from one end would dampen the tendency of many participants to seek a complete transfer of perceived risk and encourage them to make a realistic assessment of the actual risk. .
Notes & Referências.
1. Essas visões diversas se refletem nos trabalhos apresentados no Quarto Seminário Fiqh, organizado pela Academia Islâmica de Fiqh, na Índia, em 1991, que foram posteriormente publicados em Majalla Fiqh Islami, parte 4 pela Academia. A discussão sobre a proibição da riba baseia-se nesses pontos de vista.
2. Nabil Saleh, Unlawful gain and Legitimate Profit in Islamic Law, Graham and Trotman, London, 1992, p.16.
3. Ibn Qudama, al-Mughni, vol.4, pp.5-9.
4. Shams al Din al Sarakhsi, al-Mabsut, vol 14, pp 24-25.
5. Paper presented by Abdul Azim Islahi at the Fourth Fiqh Seminar organized by Islamic Fiqh Academy, India in 1991.
6. Paper by Dr M N Siddiqui highlighting the issue was circulated among all leading Fiqh scholars by the Islamic Fiqh Academy, India for their views and was the main theme of deliberations during the session on Currency Exchange at the Fourth Fiqh Seminar held in 1991.
7. It is contended by some that the above example may be modified to show the possibility of riba with spot settlement too. “In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1:20, if an individual purchases $50 at the rate of 1:22 (settlement of his obligation also on a spot basis), then it amounts to the seller of dollars exchanging $50 with $55 on a spot basis (Since, he can obtain Rs 1100 now, exchange them for $55 at spot rate of 1:20)” Thus, spot settlement can also be a clear source of riba. Does this imply that spot settlement should be proscribed too ? The fallacy in the above and earlier examples is that there is no single contract but multiple contracts of exchange occurring at different points in time (true even in the above case). Riba can be earned only when the spot rate of 1:20 is fixed during the time interval between the transactions. This assumption is, needless to say, unrealistic and if imposed artificially, perhaps unIslamic.
8. Islam envisages a free market where prices are determined by forces of demand and supply. There should be no interference in the price formation process even by the regulators. While price control and fixation is generally accepted as unIslamic, some scholars, such as, Ibn Taimiya do admit of its permissibility. However, such permissibility is subject to the condition that price fixation is intended to combat cases of market anomalies caused by impairing the conditions of free competition. If market conditions are normal, forces of demand and supply should be allowed a free play in determination of prices.
9. Some Islamic scholars use the term forward to connote a salam sale. However, we use this term in the conventional sense where the obligations of both parties are deferred to a future date and hence, are similar to futures in this sense. The latter however, are standardized contracts and are traded on an organized Futures Exchange while the former are specific to the requirements of the buyer and seller.
10. This is known as bai al inah which is considered forbidden by almost all scholars with the exception of Imam Shafii. Followers of the same school, such as Al Nawawi do not consider it Islamically permissible.
11. It should be noted that modern finance theories also distinguish between conditions of risk and uncertainty and assert that rational decision making is possible only under conditions of risk and not under conditions of uncertainty. Conditions of risk refer to a situation where it is possible with the help of available data to estimate all possible outcomes and their corresponding probabilities, or develop the ex-ante probability distribution. Under conditions of uncertainty, no such exercise is possible. The definition of gharar, Real-life situations, of course, fall somewhere in the continuum of risk and uncertainty.
12. The following traditions underscore the need to avoid contracts involving uncertainty.
Ibn Abbas reported that when Allah’s prophet (pbuh) came to Medina, they were paying one and two years advance for fruits, so he said: “Those who pay in advance for any thing must do so for a specified weight and for a definite time”.
It is reported on the authority of Ibn Umar that the Messenger of Allah (pbuh) forbade the transaction called habal al-habala whereby a man bought a she-camel which was to be the off-spring of a she-camel and which was still in its mother’s womb.
13. According to a tradition reported by Abu Huraira, Allah’s Messenger (pbuh) forbade a transaction determined by throwing stones, and the type which involves some uncertainty.
The form of gambling most popular to Arabs was gambling by casting lots by means of arrows, on the principle of lottery, for division of carcass of slaughtered animals. The carcass was divided into unequal parts and marked arrows were drawn from a bag. One received a large or small share depending on the mark on the arrow drawn. Obviously it was a pure game of chance.
14. The holy prophet is reported to have said ” Do not sell what is not with you”
Ibn Abbas reported that the prophet said: “He who buys foodstuff should not sell it until he has taken possession of it.” Ibn Abbas said: “I think it applies to all other things as well”.
15. The Futures Exchange performs an important function of providing a guarantee for delivery by all parties to the contract. It serves as the counterparty in the exchange for both, that is, as the buyer for the sale and as the seller for the purchase.
16. M Hashim Kamali “Islamic Commercial Law: An Analysis of Futures”, The American Journal of Islamic Social Sciences, vol.13, no.2, 1996.
Send Your Comments to: Dr Mohammed Obaidullah, Xavier Institute of Management, Bhubaneswar 751 013, India.
FOREX DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM.
بســـــــم الله الرحمن الرحيـــــــم.
Dalam Bukunya Prof Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH; Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Ferex (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum islam.
Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan / komoditi antar negara yang bersifat saudadesionalional. Perdigangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan to bei kaanai uang yang masing masing-masing-masing-masing-to-masi-diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG também.
Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat nacionalional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara denan lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Por favor, observe que você pode fazer sua reserva em todos os dias. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.
HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.
1. Ada Ijab-Qobul: & # 8212; & gt; Ada perjanjian untuk memberi dan menerima.
Penjual menyerahkan barang e pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)
2. Memanuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:
Clique aqui para ver a próxima página Dapat dimanfaatkan Dapat diserahterimakan Jelas barang harganya Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan.
Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama .
لاتشترواالسمك فیالماءفاءنه غرد.
& # 8220; Jangan kamu membeli ikan dalam ar, karena sesungguhnya jual beli yang demikian eua mengandung penipuan & # 8221 ;. (Hadis Ahmad bin Hambal e Al Baihaqi dari Ibnu Mas & # 8217; ud)
Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar , artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Você já está em Rio de Janeiro Nabi riwayat Al Daraquthni de Abu Hurairah:
منسترئ شيتالميرهفله الخيارإذاراه.
Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya & # 8221 ;.
Como você pode ter perdido a vida, seperti ketela, kentang, bawang sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena a mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islã:
المشقة تجلب التيسر.
Kesulitan itu menarik kemudahan.
Demita juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus / tertutup, seperti makanan kalengan, GPL, dan sebagainya, asalkam diberi rótulo yang menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah hukum Islão tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal. 55
JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM.
O processo de tradução para a língua é de importância significativa, se você quer entrar em contato conosco através do e-mail ou ligue para o e-mail ou ligue para o e-mail.
Apabila antara negara ter per capita per capita negarai yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari eil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa un menukimpor dari luar negeri.
Sobre o autor: Enviar uma cópia do seu pedido de ajuda e / ou endereço de e-mail. setiap negara berwenang penúmen menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atua perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan de Bursa Valuta Asing (A. W. J. Tupanno, et. Al. Ekonomi de Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77)
Quinta-feira, 16 de fevereiro de 2012.
Hukum Forex Haram & # 8211; Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan !!
Sebelum ini persoalan membabitkan hukum Forex haram atua halal acapkali menjadi perdebatan dan persoalan dikalangan apa yang boleh kami istilahkan sebagai & # 8220; kaki forex & # 8221 ;.
Dan tahun lepas trocadilho JAKIM telah menganjurkan Muzakarah Ahli-Ahli Majlis Penasihat Syariah Institusi Kewangan bagi membincangkan perkara-perkara seperti:
Kefahaman Umum Terhadap Perdagangan Mata Wang (Forex) e Kedudukannya Dalam Syarak Perdagangan Mata Wang (Negociação) e Pandaran Syarak Mengenai Pegendaliannya Perdagangan Mata Wang (Negociação) Kedudukannya Dalam Perda de peso e prejuízo para o Ekonomi.
Dan hasil daripada muzakarah tersebut terdapat beberapa rumusan dan kesimpulan yang telah dicapai antaranya ialah:
Jual matawang diharuskan oleh syarak, namun perlu mematuhi dawabit tertentu selain menggelakkan insur-uns-insur syibh riba, tipu daya, judi, qabd yang tidak jelas e gharar dalam operasi spot forex secara individu melalui plataforma elektronik. Operasi spot forex ini juga didapati marcou o seguinte para o show de undang-undang Kerajaan Malaysia.
Walaubagaimanapun, semalam satu ketetapan telah dibuat também é Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan mengenai Forex.
Forex Hukum: Haram atau Halal?
KOTA BHARU: Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan memutuskan umat islam haram mengamalkan sistem perniagaan pertukaran wang asing. Pengerusi Jawatankuasa itu, Tan Sri, Abdul Shukor Husin, berkata, ini kerana, perniagaan yang, dilakukan melalui, pertukaran wang asing (forex), você pode entrar em contato com eles para ver o que é o Islam.
& # 8220; Hasil kajian Jawatankuasa ini, kita dapati perniagaan yang membabitkan pertukaran wang asing membabitkan spekulasi mata wang dan ini bercanggah e berlawanan dengan hukum Islam. & # 8221;
& Lt; 8220; Oleh itu, Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan memutuskan bahawa umat Islã diharamkan daripada mengamalkan sistem perniagaan cara demikian, & # 8221; katanya kepada pemberita selepas mempengerusikan mesyuarat Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan Ke-98 de sini hari ini.
Abdul Shukor berkata, banyak isu yang meragukan mengenai perniagaan pertukaran wang asing, oleh itu umat ist islã, perú menceburkan diri, tambáhan pula kegiatan itu membabitkan penggunaan internet di kalangan individu yang menyebabkan não pronunciado rugi tidak menentu.
& # 8220; Lain-lain jenis perniagaan pertukaran wang asing, seperti melalui pengurup wang atau banco de dados, banco de dibenarcos, kerana ia tidak menimbulkan spekulasi mata wang atau uniu rugi yang tidak menentu, & # 8221; Katanya
Você visitou este lugar? Comentários (0) (0) (0) (0) (0) Comentários (0) (0) Não há comentários para este Esqueleto em Simpanan.
Katanya, keputusan itu dibuat selepas jawatankuasa berkenaan berpuas hati dengan kaedah pelaksanaannya melalui taklimat yang disampaikan oleh pihak syariah penal Banco Negara pada muzakarah itu.
Pada mulanya, kita meragui tentang kaedah pelaksaaan skim itu tetapi kita berpuas hati selepas sistem perniagaan skim itu ditukar konsep Islam iaitu Mudharabah, & # 8221; Katanya & # 8211; BERNAMA
Dahulu secara faktanya antara sebab ekonomi Malásia pernah jung tahun 1997/1998 adalah tindakan kerajaan Malásia bermain forex antarabangsa yang & # 8220; duduk dalam sistem kapitalis & # 8221; sehingga telah membro da equipe de especialistas da América George Soros para a economia da Malásia.
Bagi kami ketetapan yang telah diberikan oleh Jawatankuasa Fatwa O Kebangsaan menunjukkan melahirkan pendir mera terhadap satu-satu kemusykilan para dijadikan panduan tambahan kepada umat O Islam di Malysia hari ini. Você pode gostar Majlis Fatwa meletakan hukum Forex haram itu dibuat setelah merka membuat kajian yang mendalam dan kajian itu tak bermakna dalam kajian dilakukan secara tergesa-gesa dan dibuam dalam tempoh sehari dua.
Yang berada dalam Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan ini pun bingai sebarangan orang. Kalangan é um dos principais marcos da história da Índia.
& # 8220; Adakah kita mahu terus menunggu jawapan yang kita ingini barulah kita akan terima & amp; berpuas hati dengan cetetapan daripada kalangan yang pengetahuan tinggi dalam agama terutamanya melibatkan hukum & # 8221;
Cuma kalau boleh selepas ini besarlah harampan kami sendiri supaya Jawatankuasa Kebangsaan Malásia jenguklah-jenguklah sistem perbankan di Malásia hari ini melibatkan beberapa persaan yang telah membelengu rakyat Malaysia secara umum e uma islam Islam di Malaysia amnya.
Kami mahu lihat sendiri apa pendirian Jawatankuasa Kebangsaan Malásia menalai soal-soal yang melibatkan Sara 1Malásia, kadar faedah yang dikenakan banco de dados kepada pelanggannya selama ini, PTPTN caj pelajarnya dikehendaki bayar balik por lebih dari jumlah pinjamannya. Dan mungkin kalangan e sini mahu menambahnya?
Samada kerajaan nak ikut atau tidak itu perkara nombor 2. Yang penteando kami mahu melihat sendiri ketetapan Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan terlebih dahulu.
P / S: Apa responda e sebada Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan menfatwakan hukum Forex haram?
Majlis Fatwa Kebangsaan: Hukum Pelaburan Forex.
Pelaburan forex yang dibuat oleh individu di plataforma on-line / internet adalah haram.
O que há de novo no papel de parede do editor Majlis Fatwa Kebangsaan.
Ini kerana muzakarah mendapati bahawa perdagangan pertukaran mata wang asing (forex) o indivíduo se separa (individual spot forex) melalui platfom elektronik mengandungi insur-uns seperti riba melalui pengenaan rollover interesse, pensyaratan jual beli dalam pemberian hutang melalui alavanca, qabd yang tidak jelas ketika transaksi pertukaran, penjualan mata wang yang tiada dalam pegangan dan spekulasi yang melibatkan perjudian.
Tuan dapat membaca kenyataan lanjut seperti berikut:
Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malásia Kali Ke-98 yang bersidang pada 13-15 fevereiro 2012 telah membincangkan Hukum Perdagangan Pertukaran Matawang Como um indivíduo Secara Lani (Forex Spot Individual) Melalui Platfom Elektronik. Muzakarah telah membuat keputusan seperti berikut:
Setelah mendengar taklimat dan penjelasan pakar daripada Akademi Penyelidikan Síria Antarabangsa Dalam Kewangan Islã (ISRA) serta meneliti keterangan, hujah-hujah dan pandangan yang dikemukakan, Muzakarah menegaskan bahawa perdagangan pertukaran mata wang asing (forex) oleh individu secara lani (forex pontual individual) melalui platfom elektronik adalah melibatkan item ribawi (iatu mata wang) e dar sudut fiqhiyyah ia tertakluk di bawah hukum Bay al-Sarf yang perlu dipatuhi syarat-syaratumum jual beli dan syarat-syarat khusus bagi Baía al-Sarf seperti berikut:
Syarat-syarat umum jual beli:
Pihak yang berakad mestilá mempunyai kelayakan melakukan kontrak (Ahliyyah al-Ta'aqud); Harga belian hendaklah diketahui dengan jelas oleh kedua-dae pihak yang berakad; Item belian hendaklah suatu yang wujud e dimiliki sepenuhnya oleh pihak yang menjual serta boleh diserahkan kepada pembeli; Sighah akad hendaklah menunjukkan kedhaan kedua-dua pihak, não é permitido ter um penempohan nem um sã danha qiv mestilah bersepadanan dan menepati antara satu sama de dar sudut ciri-ciri dan kadarnya.
Syarat-syarat khusus Baía al-Sarf:
Berlaku taqabbudh (penyerahan) antara kedua-dua item yang terlibat dalam plataforma forex sebelum kedua-dua pihak yang menjalankan transaksi berpisah daripada majlis akad; Jual beli matawang hendaklah dijalankan secara lani dan tidak boleh berlaku sebarang penangguhan; dan Akad jual beli al-sarf mesti bebas daripada khiyar al-Syart.
Selain memenuhi syarat syarat tersebut, Muzakarah juga menegaskan bahawa operasi perdagangan pertukaran mata wang asing (forex) hendaklah bebas daripada sebarang unsur riba, elemen al-Salaf wa al-Bay (pengian hutang dengan syarat dilakukan transaksi jual beli), uma saudação perjudian, gharar yang berlebihan dan kezaliman atau eksploitasi.
Bósnia-russa terperinci yang telah dilata, Muzakarah mendapati bahawa perdagangan pertukaran mata wang asing (forex) oleh individu secara lani (spot spot forex) melalui platfom elektronik mengandungi unsur-unsur seperti riba melalui pengenaan rollover interesse, pensyaratan jual beli dalam pemberian hutang melalui leverage, qabd yang tidak jelas ketika transaksi pertukaran, penjualan mata wang yang tiada dalam pegangan dan spekulasi yang melibatkan perjudian. Selain itu ianya é uma das cidades mais bonitas de Kerajaan Malaysia.
Termos de Uso. Muzakara bersetuju memutuskan bahawa perdagangan pertukaran mata wang asing (forex) oleh individu secara lani (spot forex individual) melalui platfom elektronik yang ada pada masa ini adalah haram kerana ia bercanggah dengan kehendak syarak e juga tidak sah dari sisi undang-undang negara . Selaras dengan itu, umat Islã adalah dilarang daripada melibatkan diri dalam perdagangan mata wang seumpama ini.
Muzakarah juga menegaskan bahawa keputusan yang diputuskan ini tidak terpakai ke atas urus niaga pertukaran mata wang asing menerusi kaunter di pengurup wang berlesen dan urus niaga pertukaran mata wang asing yang dikendalikan oleh institusi-institusi kewangan yang dilesenkan de bawah undang-undang Malásia.
Laporan akhbar mengenai Keputusan Majlis Fatwa Kebangsaan:
KOTA BHARU: Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan semalam memutuskan umat islam haram mengamalkan sistem perniagaan pertukaran wang asing.
Pengerusi Jawatankuasanya, Tan Sri, Abdul Shukor Husin, berkata, ini kerana, perniagaan yang, dilakukan, melalui, pertukaran wang, asing, itu tidak menepati hukum syarak e menimbulkan keraguan di kalangan umat islam.
“Hasil kajian jawatankuasa ini, kita dapati perniagaan pertukaran wang asing membabitkan spekulasi mata wang dan ini bercanggah e berlawanan dengan hukum Islam.”
“Oleh itu, Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan memutuskan bahawa umat islam diharamkan daripada mengamalkan sistem perniagaan cara demikian,” katanya kepada pemberita selepas mempengerusikan mesyuarat jawatankuasa fatwa kebangsaan Ke-98 de sini.
Abdul Shukor berkata banyak isu yang meragukan mengenai perniagaan pertukaran asing, oleh itu umat islam tidak perlu menceburkan diri, tambáhan pula kegiatan itu membabit penggunaan internet di kalangan individu, yang menyebabkan não pronunciado rugi tidak menentu.
“Jainis lain-lain perniagaan pertukaran wang asing, seperti melalui pengurup wang atau dari banco ke bank dibenarkan, kerana ia tidak menimbulkan spekulasi mata wang atau chamado rugi yang tidak menentu,” katanya.
Você buscou, ou visite e-mail para o fórum de reservas de fim de semana para viajar para o islamismo para ver o mapa para ver mais detalhes sobre Skim Sijil Simpanan Premium (SSPM) e o banco Simpanan Nasional (BSN).
Katanya keputusan itu dibuat selepas jawatankuasa berkenaan berpuas hati dengan kaedah pelaksanaannya melalui taklimat yang disampaikan oleh pihak painel syariah Banco Negara pada muzakarah itu. BERNAMA.
Sobre o autor: Suzardi Maulan, IFP, merupakan seorang planejador financeiro licenciado. Anda FAÇA APROVADO ENCONTRAR E SEM GARANTIA? Jika ya, silja klik para você info lanjut.
Comentários sobre esta entrada estão fechados.
Embargo: para liberação imediata.
Negociação em Moeda Estrangeira.
O Bank Negara Malaysia deseja informar ao público que a compra e venda de moeda estrangeira na Malásia só é permitida com bancos comerciais licenciados, bancos islâmicos, bancos de investimento e bancos islâmicos internacionais conforme previsto no Exchange Control Act 1953 e com fornecedores de serviços de dinheiro licenciados. (cambistas), conforme previsto no Money Services Business Act 2011.
Além disso, produtos financeiros em conformidade com a sharia, incluindo transações relacionadas a câmbio, oferecidos e transacionados por instituições financeiras islâmicas licenciadas são aprovados pelo Comitê Shariah das respectivas instituições financeiras com o endosso do Conselho Consultivo da Shariah do Bank Negara Malaysia.
Zarobki z rynku FX, a problem ich opodatkowania.
Rynek Forex i zarabianie na różnicach kursowych walut zyskuje coraz większą popularność wśród polskich inwestorów. Świadczyć może o tym nie tylko sama liczba platform brokerskich, które oferują założenie i prowadzenie rachunku, ale również serwisów internetowych o tematyce FX, for dyskusyjnych i dynamicznie zwiększająca się liczba inwestorów.
FX dla wielu stał się stałym, pewnym i zadowalającym źródłem dochodu. Na tyle wysokim, że byli w stanie porzucić dotychczasowe miejsca pracy i całkowicie zająć się tradingiem. Generowane przez nich przychody z tytułu inwestycji walutowych mogą rodzić jednak serię pytań, między innymi podatkowych . Jak na pewno się spodziewacie, skarbówka jest bardzo łasa na część przychodów wygenerowanych na Forexie. Fiskus nie robi jednak zbyt wiele, aby wyklarować sytuację prawną i podpowiedzieć jak rozliczać się z forexowych zysków. Internet zalany jest tysiącem wątków dotyczących tej tematyki – warto jednak zachować ostrożność, spora część informacji jest bowiem nieprawdziwa i po prostu wyssana z palca. W kwestii tej spory powstają nawet pomiędzy ekspertami podatkowymi i przedstawicielami urzędów skarbowych.
W poniższym artykule chciałbym zaprezentować najczęściej stosowane sposoby ustalania należnego podatku z tytuły przychodów uzyskiwanych w transakcjach FX.
Handel na FX jako przychód z kapitałów pieniężnych.
Nie mam zamiaru zagłębiać się w szczegóły inwestowania na Forexie. Jedyne co musimy wiedzieć to fakt, że jest to nietypowy rodzaj transakcji walutowej – jej kupna lub sprzedaży. Cechuje się tym, że nie ma tutaj miejsca fizyczne nabycie waluty a jedynie spekulacja na jej aktualnym kursie . Powoduje to, że dochód, którzy uzyskujemy również należy do specyficznych i charakteryzowany powinien być jako dochód z kapitałów pieniężnych .
Na początku 2005 roku KPWiG – Komisja Papierów Wartościowych i Giełd – zinterpretowała przepisy nowelizujące Prawo o publicznym obrocie papierami wartościowi i stwierdziła, że transakcje dokonywane w obrębie FX są rodzajem transakcji na instrumentach pochodnych. Wobec tego podlegają dokładnie takim samym zasadom opodatkowania jak dochody kapitałowe. Potwierdzenie tej interpretacji odnaleźć możemy w przepisach prawa podatkowego. W ustawie o podatku dochodowych od osób fizycznych w zestawieniu źródeł przychodów ( art. 10, ust. 1, pkt. 7 ) znajdujemy między innymi kapitały pieniężne i prawa majątkowe, a pośród nich odpłatne zbycie praw majątkowych innych niż wymienione w pkt 8 lit. a)-c) .
Przychód z kapitałów pieniężnych definiowany jest w przed chwilą wspomnianej ustawie ( art. 17, ust. 1 pkt. 10 ) jako przychód z odpłatnego zbycia PIFów (pochodnych instrumentów finansowych) oraz z realizacji praw, które z nich wynikają.
PIFy definiowane są natomiast w art. 5a, pkt. 13 ustawy i uznawane za instrumenty finansowe nie należące do grupy papierów wartościowych . Chodzi tutaj między innymi o finansowe kontrakty futures i forward oraz inne równoważne instrumenty finansowe rozliczane pieniężnie, kontrakty dotyczące stóp procentowych i swapy (akcje, stopy procentowe, waluty).
Metodę i zasady opodatkowania przychodów z ich tytułu opisano w artykule 30b, ustępie 1 ustawy o podatku dochodowym od osób fizycznych . Z jego treści wynika, że dochody pozyskane między innymi z tytułu zbycia papierów wartościowych lub PIFów opodatkowane powinny być stawką podatku dochodowego w wysokości 19%.
Możemy więc rozumieć, że przychody z FX uznawać należy za przychody ze źródła przychodów określonego w wyżej wskazanym przepisie art. 10, ust. 1, pkt. 7 ustawy o podatku dochodowym od osób fizycznych , z tytułu kapitałów pieniężnych.
Takowe uzasadnienie prawne potwierdza wielu ekspertów ds. prawa podatkowego. Podsumowując zebrane do tej pory informacje, z naszego uzasadnienia wynika, że:
Zyski na rynku Forex są zyskami z kapitałów pieniężnych Stanowią odrębne źródło przychodów, nie łączymy ich więc z przychodami z normalnej pracy lub działalności gospodarczej Opodatkowywane są odrobinę – liniowa stawka podatku dochodowego 19%
Sięgnij po PIT-38.
Podobnie jak w przypadku innych dochodów, rozliczenia należnego podatku musimy dokonać za okres roczny składając formularz przed 30 kwietnia. Płacimy oczywiście podatek za ubiegły rok podatkowy. Zamiast standardowego PIT-37 potrzebować będziemy PIT-38 .
Prawidłowe wypełnienie zeznania oraz uiszczenie stawki naliczonego podatku nie jest skomplikowane jeżeli korzystamy z usług polskiego brokera . Jego obowiązkiem jest bowiem przesłanie do inwestora (podatnika) odpowiedniego formularza PIT-8C , w którym wykazane są wszystkie przychody i koszty za ostatni rok podatkowy. Dane te następnie przenoszone są do PIT-38 (przychody pozycja 19 i koszty pozycja 20). Różnica dodatnia to oczywiście zysk, od którego musi zostać odliczony podatek 19%.
Poniżej zamieszczam prosty przykład, który powinien lepiej zobrazować o czym mowa:
„Uczestnik rynku w 2009 roku posiadał rachunek u jednego z polskich brokerów. Po zakończeniu roku fiskalnego otrzymał należny PIT-8C, w którym w sekcji odpłatne zbycie pochodnych instrumentów finansowych oraz realizacja praw z nich wynikających wykazano:
Na podstawie tych informacji podatnik wypełnia formularz PIT-38:
Następnie w pozycji 25 inwestorów wylicza swój dochód, który wynosi 30 000 zł – 20 000 zł = 10 000 zł. Od tak obliczonej kwoty oblicza należny podatek dochodowy (0,19 x 10 000 zł = 1 900zł) i następnie wpisuje go w pozycję 33 formularza. Zeznanie musi zostać złożone w odpowiednim urzędzie skarbowym do dnia 30 kwietnia 2010 roku. Do tego dnia należy też uregulować kwotę podatku wynoszącą 1 900 zł.
W przypadku gdybyśmy korzystali z usług kilku polskich brokerów jednocześnie wtedy wszystkie kwoty podane przez nich w informacji PIT-8C sumujemy na formularzu PIT-38. Dokładnie tak samo jakbyśmy podsumowywali dochody z umów do PIT-37. Podobnie jak pracodawca, broker musi przesłać odpowiednią informację podatkową do końca lutego roku po roku podatkowym zarówno inwestorowi jak i urzędowi skarbowemu właściwemu do miejsca zamieszkania uczestnika rynku.
No dobrze, a jak wygląda sytuacja kiedy posiadamy konto u zagranicznego brokera? Całość wtedy mocno się komplikuje, nie ma on bowiem obowiązku sporządzania informacji podatkowej w oparciu o polskie przepisy. Inwestorzy są tutaj zmuszeni samodzielnie ustalić wysokość uzyskanych przychodów oraz kosztów, uwzględniając jednocześnie umowy o unikanie podwójnego opodatkowania.
Jak samodzielnie wyliczyć dochód z działalności FX?
W przypadku braku informacji PIT-8C jesteśmy zmuszeni sami ustalić wysokość naszych przychodów oraz kosztów . Zadanie to nie należy do najtrudniejszych, musimy jednak pamiętać o kilku podstawowych regułach – szczególnie, że interpretacja przepisów nie jest tutaj jednoznaczna.
Zgodnie z artykułem 30b ust. 2 pkt. 3 ustawy o podatku dochodowym od osób fizycznych , za dochód z transakcji na rynku FX uznajemy różnicę pomiędzy sumą wszystkich przychodów uzyskiwanych w związku z odpłatnym nabyciem pochodnych instrumentów finansowych oraz realizacją praw, które z nich wynikają, a kosztami uzyskania tychże przychodów – dokładniej określone zostały w art. 23 ust. 1 pkt. 38a.
Co jest naszym przychodem?
Zagadnienie samego momentu powstania przychodów podatkowych w zakresie pochodnych instrumentów finansowych regulowane jest w art. 17 ust. 1b ustawy o podatkowy dochodowym od osób fizycznych . Na mocy powyższego przepisu każdy przychód powstający ze względu odpłatnego zbycia PIF-ów (pochodnych instrumentów finansowych) oraz realizacji praw, które z nich wynikają, będzie powstawać właśnie w chwili realizacji tychże praw.
W miejscu tym rodzi się jednak pytanie. W komentarzach do ustawy poszczególnych organów podatkowych ciężko znaleźć jakiekolwiek wyjaśnienie kiedy w przypadku transakcji FX miejsce ma „realizacja praw wynikających z pochodnych instrumentów finansowych”. Logicznie myśląc i biorąc pod uwagę specyfikację transakcji na rynku Forex, możemy założyć, że przychód powstaje w chwili wyjścia z pozycji. Spróbujemy zobrazować to na poniższym przykładzie:
Inwestor w dniu 25 marca o godzinie 02:30 otworzył krótką pozycję (sprzedaż) o wartości 1 lota na parze EUR/USD przy kursie 1,171. Pozycja została zamknięta tego samego dnia o ogodzinie 14:30 przy kursie 1,1556. Dało to inwestorowi przychód w wysokości 154 USD.
Co jest naszym kosztem?
O ile sprawa przychodu wydaje się jasna, to w przypadku kosztu nie jest już tak łatwo. Według art. 22 ust. 1 UPDOF za koszty uzyskania przychodów uznać możemy wszystkie koszty poniesione w celu wygenerowania przychodu lub zachowania obecnych źródeł przychodów (oprócz kosztów, które wymienia art. 23 powyżej ustawy).
W artykule tym, w ust. 1 pkt. 38a czytamy, że za koszty pozyskania przychodu nie uznaje się wydatków związanych z nabyciem PIF-ów. Do momentu zrealizowania praw wynikających z tychże instrumentów lub zrezygnowania z realizacji praw do nich, czy też odpłatnego zbycia. Wydatki te nie mogą jednak powiększać wartości początkowej WNiP oraz środka trwałego (za art. 22g ust. 3 i 4).
Przepisy wskazują jedynie moment powstania kosztu, nie mówią jednak jak powinien zostać ustalony . Ponownie uznać możemy, że zamknięcie pozycji – tym razem stratnej – powinno być uznane za poniesiony przez nas koszt.
Do kosztu uzyskania przychodu inwestor będący osobą fizyczną będzie mógł zaliczyć również wszystkie prowizje wypłacane brokerowi podczas dokonywania operacji na rynku FX (deponowanie środków, wypłata, opłaty w związku z transakcjami). Do kosztów zalicza się także prowadzenie rachunku walutowego, oczywiście jeżeli ten wykorzystywany jest tylko i wyłącznie do obsługi rachunku FX.
Z czysto teoretycznego punktu widzenia za jeden z naszych kosztów uznać moglibyśmy rachunek za Internet – bez jego pomocy nie moglibyśmy dokonywać operacji Forexowych. W ujęciu praktycznym ustalenie jaka część łącza angażowana jest przez platformę FX byłoby trudne do zweryfikowania i udekumentowania.
Wartość dochodu oczywiście w złotówkach.
Kiedy udało nam się już ustalić przychody i koszty dotychczasowej działalności handlowej na FX wreszcie możemy określić dochód. Należy pamiętać, że wartość musi zostać przeliczona na złotówki . Warunkuje to art. 17 ust. 4 UPDOF – przychody z odpłatnego zbycia pochodnych instrumentów finansowych oraz z realizacji praw z nich wynikających, uzyskiwane w obcych walutach muszą zostać przeliczone na PLN według uśrednionego kursu obcych walut ogłaszanego przez NBP. Bierzemy tutaj pod uwagę ostatni dzień roboczy poprzedzający dzień uzyskania przychodu . Jeżeli pozycję zamknęliśmy w poniedziałek to bierzemy kurs z piątku. Jeżeli w środę to ze wtorku, itd.
Na podobnej zasadzie przeliczane będą koszty uzyskania przychodu. Na podstawie art. 22 ust. 1 ustawy o podatku dochodowym od osób fizycznych stwierdza się, że koszt poniesiony w obcej walucie przeliczany zostaje na polskie nowe złote po uśrednionym kursie NBP z ostatniego dnia roboczego, poprzedzającego dzień kiedy koszt został poniesiony.
Każda zamknięta pozycja (niezależnie czy jest przychodem czy kosztem) musi zostać przeliczona na złotówki według kursów notowanych przez Narodowy Bank Polski. Jeżeli należysz do bardzo aktywnych inwestorów zamykających dziennie nawet po kilkanaście pozycji, może okazać się to trochę uciążliwe.
Samo określenie podstawy do opodatkowania to jednak nie wszystko. Każdy inwestor FX musi posiadać dokumenty do celów kontrolnych, na których podstawie możliwe będzie sprawdzenie w jaki sposób ustalono przychód oraz koszt . W przypadku działalności Forexowej może to być zapis historii rachunku walutowego – oczywiście jeżeli znajdują się na nim dane identyfikacyjne podatnika oraz dane pozwalające określić wysokość kosztów uzyskania przychodów jak i samych przychodów.
Zagraniczny broker a podatki.
Inwestorzy, którzy korzystają z usług brokerów zagranicznych bardzo często nie wiedzą lub pomijają fakt, że wypracowany dochód pochodzi z kraju, w którym siedzibę posiada usługodawca. Z tego względu do jego opodatkowania prawo rościć może sobie zarówno polska skarbówka (osoba uzyskująca dochód mieszczka w Polsce) oraz państwo, w którym funkcjonuje broker . Dzięki umowom międzynarodowym chroniącym przed podwójnym opodatkowaniem dochód z działalności FX opodatkowywany jest tylko i wyłącznie w Polsce – czyli w miejscu zamieszkania podatnika.
Załącznik PIT/ZG.
W niektórych umowach znajdziemy jednak pewne wyjątki. Przykładowo podpisana w USA umowa może przewidywać możliwość opodatkowania dochodu przez amerykański urząd – ma to miejsce gdy podatnik przebywał na terenie Stanów Zjednoczonych ponad 183 dni. Podwójne opodatkowanie może objąć nas również gdy w przeciągu ostatnich 6 lat przebywaliśmy i mieszkaliśmy na wyspach brytyjskich. We wszystkich innych przypadkach, nie powinniśmy mieć problemów z uniknięciem podwójnego opodatkowania – oczywiście jeżeli poszczególne państwa mają podpisane odpowiednie umowy.
Co w momencie gdy umowy takie nie zostały zawarte? Jeżeli na przykład korzystasz z usług brokera zarejestrowanego na Malcie, Bahamach lub w innych krajach uznawanych za raje podatkowe (Polska nie posiada z nimi umów chroniących przed podwójnym opodatkowaniem), wtedy niestety podatek zapłacisz w dwóch miejscach. W takim przypadku można jednak skorzystać z zapisów artykułu 30, ustępów 9 i 10 ustawy o podatku dochodowym od osób fizycznych – czytamy w nim, że od podatku należnego (19%) odliczany jest podatek, który zapłacono za granicą. W rezultacie, do zapłacenia w Polsce pozostaje jedynie różnica pomiędzy podatkiem polskim i podatkiem zagranicznym.
Niezależnie od tego czy podatek opłacaliśmy za granicą, do zeznania podatkowego PIT-38 zawsze należy dołączyć załącznik PIT/ZG. Dochody z działalności lub obrotu na Forexie wykazywane są w części C3 załącznika:
1) Pozycja 32 PIT/ZG służy do wykazania dochodu z rynku FX uzyskanego za granicą,
2) Pozycja 33 PIT/ZG natomiast do wykazania podatku zapłaconego za granicą z tytułu dochodu.
Kwota podana w pozycji 32 PIT/ZG jest różnicą pomiędzy przychodem i kosztem i muszą zostać uwzględnione w PIT-38 w pozycjach 23 i 24 jako inne przychody. Oprócz tego w PIT-38 w pozycji 33 musimy wykazać podatek do odliczenia, który zapłaciliśmy za granicą.
W przypadku gdy dochód uzyskiwaliśmy u zagranicznych i polskich brokerów jednocześnie to zarówno koszty jak i przychody trzeba zsumować. Należy jednocześnie założyć, że odliczenie podatku opłaconego zagranicą nie może przekraczać części podatku obliczonego przed dokonaniem odliczenia. Należy wtedy kwotę podatku obliczoną według stawki dziewiętnastoprocentowej odnieść do łącznych dochodów uzyskanych zagranicą i w Polsce i pomnożyć przez kwotę dochodu uzyskanego za granicą, dzieląc następnie przez kwotę łącznego dochodu uzyskanego w kraju i poza jego granicami.
Rok zamknąłem na minusie – czy muszę złożyć zeznanie?
Może zdarzyć się tak, że pomimo wielu starań ostatni rok podatku zamknąłeś na minusie nie zarabiając nic na Forex. Czy w takim przypadku konieczne jest złożenie PITu 38?
Zgodnie z zapisami art. 45 ust. 1a pkt. 1 UPDOF każdy podatnik osiągający przychód z kapitałów pieniężnych zobowiązany jest do 30 kwietnia roku następującego po roku podatkowym złożyć zeznanie o wysokości osiągniętego w roku podatkowym dochodu (lub poniesionej straty). Niezależnie więc czy nasze inwestycje Forexowe okazały się dochodowe czy też nie zeznanie jest niezbędne .
Jednocześnie wato zwrócić uwagę na artykuł 9, ustęp 3 wymienionej powyżej ustawy. Zapisano w nim, że wysokość straty ze źródła przychodów, która poniesiona została w roku podatkowym może obniżyć dochód uzyskany z tego źródła w najbliższych kolejno następujących po sobie 5 latach podatkowych – z tym, że wysokość obniżenia w latach tych nie może przekroczyć 50% straconej kwoty.
Artykuł 9 i ustęp 3 mają zastosowanie do strat z odpłatnego zbycia udziałów w spółkach posiadających osobowość prawną, papierów wartościowych i odpłatnego zbycia pochodnych instrumentów finansowych oraz realizacji praw z nich wynikających.
Poniżej prezentujemy przykład obrazujący dokładniej sposób odliczania wcześniej poniesionych strat:
Inwestor w 2007 roku poniósł stratę na rynku FX w wysokości 20 tysięcy złotych. W 2008 roku również poniósł stratę, jednak w wysokości 10 tysięcy złotych. Rok 2009 przyniósł zyski w wysokości 14 tysięcy złotych. Dochód ten może zostać pomniejszony o straty poniesione we wcześniejszych latach. Pamiętać należy jednak, że w danym roku nie można odliczyć więcej niż 50% straty wcześniejszej. W efekcie w 2009 roku podatnik ma prawo do doliczenia maksymalnie kwoty 15 tysięcy złotych (50% z 20 tysięcy złotych oraz 50% z 10 tysięcy złotych). Ponieważ uzyskany dochód w 2009 roku wyniósł 14 tysięcy złotych to tylko taką kwotę odliczyć będzie mógł podatnik (czyli 50% straty z 2007 roku i 40% straty z 2008 roku).
Jeśli kolejne lata również przyniosłyby inwestorowi zysk to nieodliczona kwota straty (16 tysięcy złotych) będzie mogła zostać odliczona w kolejnych latach (oczywiście pamiętając, że odliczenie to nie może przekraczać 50% oraz, że strata z danego roku może być odliczana jedynie przez 5 następnych lat).
Forex jakim
Boleh rujuk link JAKIM berikut: Fatwa JAKIM tentang ASB dan ASN. FATWA MUI TENTANG TRADING FOREX Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF) Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di Indonesia. DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman. This presents a problem in Forex trading since there are fees such. Online Forex Trading, Brokers Online, Brokers Forex Terbaik Asia, Valuta Asing,.Dewasa ini kerapkali bank negara rancak mencanang dimedia massa mengenai isu fatwa forex. We will mean fatwa forex harus usher, CAPIS cosines no shorts concerning its simplicity or completeness, and cons no system for binary multiplying from the use of.
Abdullah berkata, penyebaran fatwa tanpa merujuk Majlis Fatwa Kebangsaan dan Jakim boleh menimbulkan kekeliruan di kalangan umat Islam di negara ini. Profesor Tan Sri Dr Abdul Shukor Husin KOTA BHARU - Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan hari ini memutuskan umat Islam haram mengamalkan sistem perniagaan pertukaran wang. Nevertheless, here is also a widespread support amongst Muslim scholars and Islamic clerics. Sheikh Imran Nazar Hosein goog Is Currency Trading (Forex) Halal or Haram. Forex Trading implies the buying and selling of foreign currencies in the market which is known as the foreign exchange market. FATWA MUI TENTANG TRADING FOREX Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF).
Forex - Di Mana Haramnya Di Sisi Islam - Sumber Info dan Panduan .
Forex Trading is consider to be a smartest business but people who follow Islam are searching fatwa about Forex Trading. First-hand Forex trading experience and information about foreign exchange market that will be useful to traders. Menurut muzakarah oleh JAKIM pada 1 hingga 3 Februari 2008, melabur dalam ASB dan ASN adalah harus. Muslim-Investor Resources on Islamic Investment, Banking, Finance and Insurance. But everyday individuals who try to do sophisticated forex trading and speculating utilizing electronic. Fatwa forex di indonesia, stock market performance statistics. posted on 31-May-2016 07:27 by admin.
Majlis Fatwa Kebangsaan menetapkan sistem tukaran wang asing menerusi internet Forex adalah haram untuk disertai umat Islam. Pengerusinya, Jawatankuasa Fatwa. Kekeliruan dalam memberi fatwa tentang haramnya perdagangan matawang asing.
Sebelum ini persoalan membabitkan hukum Forex haram atau halal .
Opções binárias.
Untuk makluman, Majlis Fatwa Kebangsaan telah menfatwakan ianya HARAM,. You will find all the information pertaining to Forex Islamic accounts including rticles,.
No comments:
Post a Comment